“ETIMOLOGI
BUAH SIMALAKAMA”
Pertunjukan yang dilaksanakan di Gedung Pertunjukan Hoerijah
Adam, menyuguhkan penampilan Teater yang berjudul “BUAH SIMALAKAMA”. Pertunjukan Teater dengan ringkasan cerita “bagaimana
kita menjaga keseimbangan alam, apabila keseimbangan alam terganggu akan muncul
malapetaka. Aku bukan hendak mengajari ayah, tapi aku benar-benar khawatir.
Kebetulan kuliahku mempelajari tentang
alam yang merupakan sebuah mata rantai keseimbangan, Bila salah satunya dirusak
maka akan terjadi bencana”. Pementasan yang di suguhkan dalam beberapa adegan,
adegan yang disuguhkan kepada penikmat seni pun di sertakan juga dengan Suasana
pendukung dalam cerita. Suasana yang dihadirkan didalam penampilan malam itu,
diperjelas lagi dengan lighting yang menginterpretasikan peristiwa yang
mengharukan.
Setting yang dihadirkan pun mendeskripsikan keadaan di
lingkungan perkampungan, Diatas panggung dihadirkan dua buah settingan,
settingan yang pertama terlihat sebuah gubuk tua yang di depannya ada beberapa
pagar dari bambu-bambu yang sudah di potong kecil-kecil. Dan sebuah bangku
panjang yang sudah kelihatan lapuk dimakan usia. Settingan yang kedua yaitu sebuah
bukit tempat dimana ayahnya mencari rupiah demi kelansungan hidup anak dan
istrinya. Dikaki bukit inilah nanti ayahnya mati ditimpa reruntuhn batu
perbukitan. Cerita yang dihadirkan sangat sesaui dengan fakta yang sebenarnya
terjadi didalam kehidupan masyarakat yang hidup dengan mata pencarian sama
dengan ayah dari tokoh didalam cerita.
Naskah lakon dengan judul “BUAH SIMALAKAMA”, dimaikan oleh beberapa actor yaitu ayah, ibu,
anak, dan orang-orang desa. Cerita yang berkisah tentang seorang anak yang
dikuliahkan oleh orang tuanya dengan menjadi buruh dikaki bukit tuih. Ayahnya
yang sudah tua rentah masih sanggup berjalan dari rumah ke kaki bukit tuih demi
mencari rupiah untuk kelansungan hidup istri dan anaknya yang sedang berkuliah
di sebuah perguruan tinggi di kota. Meskipun ayahnya sudah sakit-sakitan beliau
masih saja bekerja tanpa memikirkan resiko apa yang akan terjadi kepada dirinya dan keluarga yang ia
tinggalkan untuk pergi bekerja. Pada suatu hari anaknya pulang dari tempat ia
berkuliah mengunjungi ayah dan ibunya dikampung.
Ia datang
dengan wajah yang sangat bersemangat dengan membawa sejuta ilmu yang ia dapat
ketika kuliah.Sesampainya anak ini dirumah, ia disambut oleh ayahnya yang sedang duduk beristirahat di depan rumah
sambil mengisap sebatang rokok. Ia menatap ayahnya dengan ekspresi yang sangat
iba, karena lelaki yang tua itu sudah sakit-sakitan demi mencarikan ia uang
untuk kuliah. Si anak pun mulai sedikit demi sedikit menjelaskan apa yang ia
dapat selama menuntut ilmu di tempat kuliahnya. Namun si ayah berusaha
mengalihkan pembicaraan anaknya yang berbunyi “ yah, apa ayah harus bekerja mencari
batu ke bawah kaki bukit tuih itu? Disana sangat berbahaya dan tinggi sekali
resiko kecelakaannya yah.
Sang ayah masih
saja mencoba mengelak dari pembicaraan si anak. Anaknya berkata lagi, “
penyakit ayah akan bertambah parah lagi jika ayah masih saja bekerja disana”. Ayahpun
menyuruh anaknya untuk masuk kedalam rumah menemui ibunya, karena si ayah tidak
bisa menerima apa yang dijelaskan oleh anaknya tentang resiko yang akan terjadi
apabila kaki bukit itu terus-terusan diambil untuk dijadikan rupiah. Keesokan
hariya si ayah berangkat bekerja lagi tanpa memikirkan kembali apa yang di
sampaikan oleh anaknya itu. Ia meminta kepada istrinya agar tidak memberitahu
anaknya kalau ia masih saja tetap pergi bekerja kebawah kaki bukit tuih itu. Sebelum ayah pergi ia menanyakan kepada istrinya,
apakah anak kita bilang kalau ia membutuhkan uang untuk kuliahnya? Sang istri
menjawab ia yah.
Ayah pun menyuruh ibu untuk menjual emas yang ia belikan dulu
untuk biaya kuliah anaknya. Ayahnya pun pergi meninggalkan rumah untuk bekerja,
sang anak keluar dari rumahnya menemui ibunya yang sedang duduk didapan rumah.
Ia menanyakan apakah ayah sudah berangkat bekerja bu? Ibu pun menjawab sudah
nak. Tak lama kemudian pembicaraan sang anak mengarah kepada permasalahan yang
akan terjadi apabila ayah terus-terusan mengambil batu kebawah kaki bukit
tuih itu bu. Sang ibu mencoba untuk memberikan penjelasan untuk anaknya, kalau
tidak dari batu itu lantas mau dari mana lagi kita akan mendapatkan uang demi
melangsungkan kehidupan dan perkuliahan kamu.
Anaknya pun mencoba memberikan solusi kepada ibunya,
dengan mencarikan ladang baru untuk di gali dan di ambil hasil buminya. Asalkan
jangan kaki bukit itu lagi, karena menggali batu dibawah kaki bukit tuih itu
sama dengan “BUAH SIMALAKAMA” apabila
penggalian di berhentikan maka gas untuk ibu memasak akan ikut berhenti pula.
Itu sama artinya dengan Sesuatu
keadaan atau suasana dimana seseorang tidak mampu untuk membuat suatu keputusan
berdasarkan akal dan pikiran karena apapun yang dikerjakan akan mendapat resiko
besar sebagai akibat dari perbuatan tersebut, sementara keadaan tersebut harus
dijalani. Ibu hanya bisa diam mendengar
penjelasan yang disampaikan oleh anaknya itu.
Datanglah salah
seorang anak dari teman ayahnya dengan muka lusuh dan pakaian yang robek ingin
menumpang makan dirumah si anak ini. Sang ibu menanyakan kepada anak tersebuat
bagaimana keadaan keluarganya, anak itu menceritakan tentang ayahnya yang
sdeang jatuh sakit dan tidak bisa pergi bekerja untuk mencari sesuap nasi. Ibu ini
memberikan semangat kepada anak tersebut dan menyuruh anak itu masuk kedalam
rumah untuk memakan apa yang sudah ia masak pada pagi hari itu. Ibu pun
melanjutkan pembicaraannya dengan anaknya itu dan sang ibu mencoba untuk
menjelaskan bagaimana keadaan keluarganya kepada anak semata wayang nya itu.
Setelah obrolan ibu dan anak itu terhenti karena
ibu hendak ke pasar dengan tujuan menjual emas yang dibelikan suaminya dulu
untuk biaya kuliah anaknya itu.
Tanpa memberitahukan apa tujuannya kepasar
kepada anaknya sang ibu lalu pergi dan meninggalkan rumah menuju pasar. Anak dari
salah satu warga keluar dari rumah Karen perutnya sudah kenyang, dan anak dari
ibu tadi menanyakan beberpa pertanyaan kepada anak tersebut tentang masalah
sekolahnya. Setelah itu anak itu mengajak anak warga tersebut untuk jalan-jalan
melihat lereng bukit tempat ayah nya mencari sesuap nasi dengan wajah yang
penuh semangat dan cemas akan keselamatan ayahnya saat bekerja. Keesokan hari anaknya berangkat ke kota untuk
melanjutkan perkuliahannya demi mencapai gelar S1.
Dua hari sebelum anaknya
wisudah ayahnya terkena musibah, yaitu ditimpa reruntuhan batu ditempat ia
bekerja dan tewas diempat. Ibunya sangat terpukul dengan kematian suaminya yang
mengenaskan itu dan membertahukan kepada warga agar tidak menyampaikan berita
kematian suaminya kepada anaknya di kota karena itu akan membuat anaknya
terpukul dan tidak bersemangat untuk mengejar apa yang dicita-citakan oleh
ayahnya. Setelah dua hari ayahnya di makamkan, pulanglah anaknya dari kota dengan
membawa ijazah hasil dari 4 tahun ia berkuliah Sesampainya dirumah ia memanggil ibu dan ayahnya,
hanya ibunya yang keluar dari rumah dan menyambut kedatangan anaknya itu.
Sang
ibu keluar dengan wajah yang penuh memendam air mata karena ia tidak bisa lagi
menahan kesedihannya. Sang anak pun dengan bersemangat menunjukan kepada ibunya
ijazah yang ia dapat, dan tiba-tiba sang anak menanyakan keberadaan ayahnya.
Ibupun berusaha menjelaskan kepada anaknya, ketika anaknya tahu kalau ayahnya
ternyata sudah meninggal dunia sang anak berlarian ke pemakaman ayahnya dengan
membawa ijazah yang ia dapatkan itu dan meratapi kepergian ayahnya bersama
dengan ibunya.
Bapak Adward Zebua bukan hanya dosen yang hebat ternyata beliau juga seorang pecipta seni yang mahir dalam menuangkan hasil dari pikiran-pikirannya menjadi sebuah naskah lakon yang beliau beri judul “BUAH SIMALAKAMA”. Naskah lakon ini memilki alur maju karena terlihat jelas dari cerita yang dimainkan dan disampaikan oleh para pemain dari naskah lakon tersebut.
Setelah saya menonton pertunjukan naskah lakon “BUAH SIMALAKAMA” saya tidak mendapatkan
sebuah integritas dari perspektif penonton. Ekspresi yang dihadirkan oleh para
pemain diatas panggung sudah sampai kepada penonton, namun penjiwaan dari
masing-masing tokoh belum begitu jelas. Sehingga saya sebagai penonton tidak
bisa bersimpati dengan peristiwa yang digambarkan diatas panggung. Hanya itu
saja yang membuat saya tidak bisa merasakan larut dalam cerita yang disuguhkan
pada malam kamis, 26 April 2018 itu. Yang lainya saya menyukai, dari setting
yang dihadirkan dan suasana yang di sampaikan.
Vidio yang ditampilkan lewat proyektor menambah roh
dari pertunjukan pada malam itu, biasanya pertunjukan Teater tidak di selingi
dengan pemutaran video pada saat drama berlansung namun pada malam itu saya
menyaksikan sendiri itu di tampilkan. Hal itu memberikan estetika tersendiri
bagi penonton terutama saya juga. Saya sangat kagum dengan karya yang
diciptakan oleh bapak Adward Zebua ini, bilau sangat mengikuti pekerbangan
zaman dan teknologi yang ada pada saat sekarang ini. Dengan menghadirkan apa
yang tidak terpikirkan oleh para pecipta lakon yang lain.
Menurut
saya agar pertunjukan dari naskah lakon “BUAH
SIMALAKAMA” ini menjadi pertunjukan yang berkesan bagi
penonton untuk pertunjukan yang akan datang mungkin berikutnya lebih menambah
lagi kejiwaaanya dalam bermain bagi para tokohnya. Agar para penonton bisa bersimpati terhadap
penampilan yang disuguhkan. Hanya itu sedikit saran dari saya sebagai
perwakilan sudut pandang penonton pada malam itu kamis, 26 April 2018 pukul
20:00 WIB. Disini saya tidak menyalahkan tetapi hanya memberikan kritik dan
saran saya terhadap apa yang saya tonton dan yang saya rasa kurang dari
pertunjukan malam itu.
Komentar
Posting Komentar